Kamis, 02 Mei 2013

Generasi Juara Rasa Polandia

Performa Persib yang sangat buruk dalam lanjutan Indonesia Super League bukan hanya mencuatkan kritikan ke arah manajemen, tapi terutama pada mekanisme dan sistem rekrutmen pemain. Makin kencang seruan agar Persib tidak ikut-ikutan pola instan dalam rekrutmen pemain dan beralih pada pembinaan pemain muda dengan mengandalkan mekanisme pembinaan internal.

Tekanan dari 36 klub-klub di wilayah kota Bandung terkait posisi mereka dalam struktur manejemen PT Persib Bandung Bermartabat mesti dibaca tidak semata sebagai upaya mendapatkan jatah saham, tetapi bisa juga dimengerti sebagai cermin yang bisa mencerminkan bagaimana Persib tak cukup percaya pada mekanisme pembinaan sendiri. Dulu, hampir semua pemain Persib, lahir dari klub-klub yang bertanding dalam kompetisi internal Persib.

Persib dulu dikenal sebagai penyumbang pemain bagi tim nasional. Dari era Aang Witarsa dan Freddy Timisela, berlanjut ke era Ishak Udin, Henkie dan Pietje Timisela, Max Timisela dan Encas Tonif, sampai era Robby Darwis. Setelah itu, Persib agak minim berkontribusi ke tim nasional. Hanya beberapa nama yang agak lama memperkuat tim nasional, seperti Yaris Riyadi dan Eka Ramdani.

Sejarah juga mencatat bahwa Persib adalah satu-satunya tim di era Liga Indonesia yang mampu menjadi juara tanpa pemain asing pada Ligina I/1995. Pelatih terakhir yang memimpin skuad juara Persib, Indra Tohir, juga lahir dari mekanisme pembinaan internal Persib.

Ada satu nama yang tak boleh dilupakan dalam sejarah pembinaan pemain di Persib dan justru nama itu adalah nama asing: Marek Jonata, orang Polandia yang dipilih oleh manajemen Persib untuk membangkitkan nama besar Persib di akhir 1970an yang melempem dengan prestasi resmi di kompetisi PSSI.
Janota dipilih oleh Solihin GP, Ketua Umum Persib, pada 1980. Janota sebelumya sukses melatih Persija Jakarta. Oleh Mang Ihin, panggilan Solihin GP, Janota diminta untuk membentuk tim muda yang diproyeksikan menjadi tulang punggung tim.

Meski sempat diragukan bisa mengangkat prestasi Persib oleh sejumlah mantan pemain Persib, Janota mulai pencarian, mengumpulkannya, dan kemudian menempa pemain-pemain muda secara berkesinambungan. Janota sampai turun ke kampung-kampung untuk mencari bakat-bakat muda. Janota menempa pemain-pemain muda seperti Robby Darwis, Adjat Sudradjat, Bambang Sukowiyono, Suryamin, atau Iwan Sunarya dengan spartan melalui tempaan fisik yang tak kenal kompromi.

Simaklah pengakuan Adjat Sudrajat seperti ditulis dalam buku “Persib Aing” [Endan Suharya & Dani Wihara, 2007, hal. 85]: “Latihan ala Marek benar-benar berat. Karenanya pemain ngorondang ka beus, teu kuat leumpang deui balik latihan, eta mah tos biasa [merangkak ke bus setelah latihan, tidak kuat lagi berjalan, itu hal biasa],” ungkap Adjat.

Tidak semua pemain cocok dengan Janota. Kapten Persib dari era 1980an sampai 1991, Adeng Hudaya, menolak bergabung dengan Marek dan memilih ikut pelatnas. Ia merasa metode kepelatihan Marek tidak istimewa, karena ia merasa lebih butuh wawasan permainan ketimbang sekadar latihan fisik dan disiplin yang spartan.

Toh Adeng tetap kembali ke Persib dan menjadi bagian kecemerlangan generasi Persib di dekade 1980 dan 1990-an, generasi yang sanggup menjuarai Perserikatan 3 kali (1986, 1990, 1994), runner-up 2 kali (1983, 1985), juara Ligina I (1995). Semua kecemerlangan itu seringkali tak melewatkan rasa terimakasih pada nama Marek Janota, kendati dia sendiri tidak memberikan satu gelar pun bagi Persib.

Indra Tohir, yang mempersembahkan dua gelar juara terakhir Persib (juara Perserikatan terakhir dan juara Ligina yang pertama), mengakui kontribusi penting Marek Janota. Kendati Indra enggan mendampingi Marek, toh Indra mengakui jasa-jasa penting Marek. “Kita harus mengakui jasa Marek sebagai peletak dasar dan blue-print pembinaan Persib yang membuat Persib bisa kembali bangkit dan menjadi jawara di tingkat nasional pada era 1980-an,” kata Indra.

Sentuhan Marek di awal 1980-an masih terasa sampai pertengahan 1990an, masa-masa akhir keemasan Persib. Kapten Persib terakhir yang mempersembahkan gelar juara terakhir pada 1995, Robby Darwis, adalah temuan dan bentukan Marek. “Peran libero yang saya mainkan sejak membela Persib hingga timnas adalah bentukan Marek,” kenang Robby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar